Tuesday, April 21, 2009

Harga Frekuensi BWA Harus Pro Rakyat

Achmad Rouzni Noor II – detikinet

Jakarta - Pemerintah dalam menentukan harga frekuensi broadband wireless access (BWA) sedang menunggu hasil konsultasi dengan departemen keuangan. Namun harga lisensi dipastikan tak akan mahal demi internet yang lebih murah.

"Penetapan harga BWA harus tidak merugikan negara, tetapi juga tidak memberatkan industri. Ini yang harus dicari jalan tengahnya agar harga tetap pro rakyat," jelas Staf Ahli Menkominfo, Suhono Harso Supangkat, di sela 2nd Indonesian Broadband Summit, di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, Selasa (21/4/2009).

Pemerintah telah membagi 100 MHz frekuensi di spektrum 2,3 GHz bagi 15 zona di seluruh Indonesia, dimana 75 MHz untuk BWA nomadic (area terbatas) dan BWA mobile (lintas area). Dari 75 MHz yang akan ditender pertengahan Juni mendatang, masing masing peserta tender dibolehkan untuk menawar maksimal 30 MHz dan minimal 15 MHz di setiap blok wilayah.

"Setiap wilayah yang akan diisi oleh tiga operator akan bervariasi harganya. Tergantung tingkat kepadatan trafik dan potensi calon pelanggan di tiap wilayah tersebut,"lanjut Suhono yang juga menjabat sebagai Ketua Tim Tender BWA.

Sebelumnya, kalangan industri mengkhawatirkan pemerintah akan menetapkan harga frekuensi BWA setara dengan 3G atau mencapai Rp 160 miliar. Namun Dirjen Postel Depkominfo, Basuki Yusuf Iskandar menegaskan, harga frekuensi BWA akan lebih murah dari 3G.

Mungkin saja yang dikatakan Basuki benar, mengingat BWA dianggap masuk kategori jaringan tetap lokal area terbatas seperti FWA (fixed wireless access). Sementara 3G layaknya lisensi seluler bergerak. Beda biaya hak penggunaan (BHP) frekuensi antara FWA dan seluler ialah 1:8. Artinya, bisa saja frekuensi BWA lebih murah seperdelapan dibanding 3G.

Secara terpisah, Kepala Pusat Informasi Depkominfo Gatot S Dewo Broto menegaskan, harga frekuensi BWA belum ditentukan mengingat harga dasar dari peserta belum masuk. "Harga dasar diambil dari penawaran peserta. Setelah itu ditentukan benchmark (tolok ukur)-nya. Sebaiknya jangan berandai-andai dulu soal harga BWA lebih murah atau lebih mahal dari 3G," tegasnya.

Sekjen Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) Mas Wigrantoro Roes Setyadi memperkirakan ada 45 kemungkinan variasi harga yang diterapkan, mulai dari yang paling mahal sampai terendah, mengingat dari 15 wilayah akan ditetapkan tiga operator sebagai pemenang tender. "Itu berdasarkan hitung-hitungan saya pribadi saja," tegasnya.

Ekosistem Broadband


Mas Wigrantoro juga berpendapat, harga frekuensi BWA yang wajar menjadi syarat utama terciptanya ekosistem bagi industri broadband yang nantinya bisa ikut mendorong pertumbuhan ekonomi.

Harga yang wajar, lanjut dia, bisa menggunakan dua pendekatan, yakni jangka pendek dengan menentukan harga besar pada awal atau harga rendah sambil berharap ekosistem terbangun. "Sekarang tergantung pilihan dari pemerintah mau jalan pintas atau panjang. Semuanya ada risikonya," Mas Wig mengingatkan.

Head of Nokia Siemens Network Indonesia Arjun Trivedi mengatakan, untuk membangun teknologi broadband yang dibutuhkan adalah ekosistem yang mendukung, regulasi yang ramah industri, teknologi yang bisa diaplikasikan, dan diterima pelanggan. "Masalah harga itu bagian dari membangun ekosistem," tandasnya.
( rou / faw )

No comments: