Tuesday, April 21, 2009

Indonesia Perlu Investasi Broadband US$ 2 Miliar

Achmad Rouzni Noor II - detikinet

Jakarta - Jika pemerintah Indonesia ingin mempercepat akses broadband diperlukan keseriusan dalam menanamkan investasi. Pemerintah di negara lain, misalnya, berani menanamkan dana US$ 2 miliar setiap tahunnya untuk mengembangkan akses jaringan pita lebar tersebut.

"Di negara lain pemerintahnya berani investasi sebesar itu. Sebab, pemerintahnya sadar broadband bisa meningkatkan pendapatan kotor satu negara," jelas praktisi sepuh telekomunikasi Koesmarihati Koesnowarso, di sela acara 2nd Indonesian Broadband Summit, di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, Selasa (21/4/2009)

Penetrasi akses internet broadband di Indonesia diperkirakan baru mencapai 1% dari populasi penduduk 220 juta jiwa. Jaringan broadband yang digunakan adalah Asymmetric Digital Subscriber Line (ADSL) untuk saluran kabel dan High Speed Downlink Packet Access (HDSPA) untuk nirkabel seluler.

Layanan ADSL di Indonesia memiliki satu juta pelanggan, sementara HSDPA sekitar 10 juta pelanggan. Head of Nokia Siemens Network Indonesia Arjun Trivedi memperkirakan baru pada 2012 tingkat penetrasi dari teknologi tersebut akan mencapai 20% dari populasi penduduk.

Sementara, Staf ahli Menkominfo Suhono Harso Supangkat mengatakan, untuk mengatasi keterbatasan infrastruktur broadband, pemerintah telah menyediakan dua jalan keluar yakni mempercepat pembangunan Palapa Ring dan segera menggelar tender Broadband Wireless Access (BWA).

"Prakualifikasi tender BWA akan segera dibuka setelah kita mengumumkan memorandum informasi tender tadi malam. Awal minggu depan akan ketahuan siapa saja peminatnya," ujarnya.

Pemerintah telah membagi 100 MHz frekuensi di spektrum 2,3 GHz bagi 15 zona di seluruh Indonesia, dimana 75 MHz untuk nomadic (area terbatas) dan mobile (lintas area). Dari 75 MHz yang akan ditender pertengahan Juni mendatang, masing-masing peserta tender dibolehkan untuk menawar maksimal 30 MHz dan minimal 15 MHz di setiap blok wilayah. Satu wilayah akan diisi untuk tiga operator.
( rou / faw )

Harga Frekuensi BWA Harus Pro Rakyat

Achmad Rouzni Noor II – detikinet

Jakarta - Pemerintah dalam menentukan harga frekuensi broadband wireless access (BWA) sedang menunggu hasil konsultasi dengan departemen keuangan. Namun harga lisensi dipastikan tak akan mahal demi internet yang lebih murah.

"Penetapan harga BWA harus tidak merugikan negara, tetapi juga tidak memberatkan industri. Ini yang harus dicari jalan tengahnya agar harga tetap pro rakyat," jelas Staf Ahli Menkominfo, Suhono Harso Supangkat, di sela 2nd Indonesian Broadband Summit, di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, Selasa (21/4/2009).

Pemerintah telah membagi 100 MHz frekuensi di spektrum 2,3 GHz bagi 15 zona di seluruh Indonesia, dimana 75 MHz untuk BWA nomadic (area terbatas) dan BWA mobile (lintas area). Dari 75 MHz yang akan ditender pertengahan Juni mendatang, masing masing peserta tender dibolehkan untuk menawar maksimal 30 MHz dan minimal 15 MHz di setiap blok wilayah.

"Setiap wilayah yang akan diisi oleh tiga operator akan bervariasi harganya. Tergantung tingkat kepadatan trafik dan potensi calon pelanggan di tiap wilayah tersebut,"lanjut Suhono yang juga menjabat sebagai Ketua Tim Tender BWA.

Sebelumnya, kalangan industri mengkhawatirkan pemerintah akan menetapkan harga frekuensi BWA setara dengan 3G atau mencapai Rp 160 miliar. Namun Dirjen Postel Depkominfo, Basuki Yusuf Iskandar menegaskan, harga frekuensi BWA akan lebih murah dari 3G.

Mungkin saja yang dikatakan Basuki benar, mengingat BWA dianggap masuk kategori jaringan tetap lokal area terbatas seperti FWA (fixed wireless access). Sementara 3G layaknya lisensi seluler bergerak. Beda biaya hak penggunaan (BHP) frekuensi antara FWA dan seluler ialah 1:8. Artinya, bisa saja frekuensi BWA lebih murah seperdelapan dibanding 3G.

Secara terpisah, Kepala Pusat Informasi Depkominfo Gatot S Dewo Broto menegaskan, harga frekuensi BWA belum ditentukan mengingat harga dasar dari peserta belum masuk. "Harga dasar diambil dari penawaran peserta. Setelah itu ditentukan benchmark (tolok ukur)-nya. Sebaiknya jangan berandai-andai dulu soal harga BWA lebih murah atau lebih mahal dari 3G," tegasnya.

Sekjen Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) Mas Wigrantoro Roes Setyadi memperkirakan ada 45 kemungkinan variasi harga yang diterapkan, mulai dari yang paling mahal sampai terendah, mengingat dari 15 wilayah akan ditetapkan tiga operator sebagai pemenang tender. "Itu berdasarkan hitung-hitungan saya pribadi saja," tegasnya.

Ekosistem Broadband


Mas Wigrantoro juga berpendapat, harga frekuensi BWA yang wajar menjadi syarat utama terciptanya ekosistem bagi industri broadband yang nantinya bisa ikut mendorong pertumbuhan ekonomi.

Harga yang wajar, lanjut dia, bisa menggunakan dua pendekatan, yakni jangka pendek dengan menentukan harga besar pada awal atau harga rendah sambil berharap ekosistem terbangun. "Sekarang tergantung pilihan dari pemerintah mau jalan pintas atau panjang. Semuanya ada risikonya," Mas Wig mengingatkan.

Head of Nokia Siemens Network Indonesia Arjun Trivedi mengatakan, untuk membangun teknologi broadband yang dibutuhkan adalah ekosistem yang mendukung, regulasi yang ramah industri, teknologi yang bisa diaplikasikan, dan diterima pelanggan. "Masalah harga itu bagian dari membangun ekosistem," tandasnya.
( rou / faw )

Data Center Tidak Boleh Terlalu Dingin

Data center memang harus selalu berada dalam keadaan dingin. Namun temperatur untuk data center sebenarnya tidak boleh juga terlalu dingin. Sebab, malah akan merusak perangkat TI tersebut.

Data center dengan temperatur yang terlalu rendah, sepertinya halnya bila temperatur terlalu tinggi, atau temperatur yang kerap berubah-ubah, dapat merusak data processing, menyebabkan sistem shut down untuk menghindari kerusakan hardware, atau kerusakan komponen dari sistem yang tidak sempat dimatikan dengan cara yang seharusnya.

"Data center yang terlalu dingin merupakan pemborosan biaya dan energi, menghambat ekpansi TI serta perlindungan terhadap perangkat TI menjadi kurang memadai," kata Hak Lim Chng, Direktur Data Center Solutions, Software & Services Schneider Electric untuk ASEAN.

"Cara yang tepat perlu diterapkan untuk mendapatkan temperatur yang semestinya," tambahnya. Adapun suhu yang memadai untuk perangkat TI adalah di antara 68°F dan 77°F (20-25°C), dengan kadar kelembapan relatif 40-55%.

Berikut adalah penyebab kenapa Data center menjadi terlalu dingin menurut APC, yang dikutipdetikINET, Selasa (7/4/2009):

  1. Pendekatan penerapan sistem pendingin dengan cara yang lama
  2. Pendingin tipe in-room tidak mampu menjangkau titik-titik panas secara efektif, dibandingkan dengan pendingin tipe in-row yang tidak hanya menyedot udara panas, tapi juga mensirkulasikannya kembali.
  3. Perimeter pendingin dibuat untuk menghadapi beban kerja tertinggi dari perangkat TI, tanpa adanya pengaturan di saat beban di titik terendah atau medium.
  4. Pengaturan peralatan TI yang tidak baik akan membuat sistem pendingin memproduksi dan memindahkan udara lebih banyak dari yang dibutuhkan oleh peralatan TI itu sendiri
  5. Pengaturan aliran udara yang buruk, seperti jalur aliran udara yang terlalu panjang, mengakibatkan kegagalan menahan temperatur udara tetap dingin sampai ke perangkat TI, serta membiarkan udara panas bersirkulasi dan bukannya dibuang

4 Kiat Percepat Thumbnail Superbar Windows 7

Sudah cukup banyak user yang menjajal Windows 7. Meski baru versi beta, fitur baru pada sistem operasi teranyar Microsoft ini pun seakan mampu 'menyihir' pengguna XP dan Vista untuk berpaling ke Windows 7

Salah satu fitur terbarunya adalah Superbar, yaitu taskbar pada Windows 7 yang hanya menampilkan icon pada daftar programnya sehingga lebih menghemat tempat.

Windows 7 Anda akan nampak lebih indah jika memaksimalkan efek aero glass, dengan cara mempercepat thumbnail preview. Thumbnail previews adalah jendela kecil yang muncul ketika anda menunjuk sebuah Tab pada Superbar. Ada kesan fade yang indah ketika menggeser antara satu tab dengan tab yang lain.

Beberapa orang mungkin senang dengan delay effect yang dimiliki Superbar saat berpindah tab. Namun beberapa orang merasa kurang sreg pada efek tersebut. Pasalnya, efek tersebut terkesan lamban.

Nah, jika ingin mempercepat thumbnail preview pada Windows 7 simak 4 langkah singkat yang telah dijajal detikINET:

1. Klik dan ketik regedit pada search bar

2. Masuk ke kolom di sebelah kiri pada registry editor dan pilih HKEY_CURRENT_USER\Control Panel\Mouse

3. Cari MouseHoverTime dan lakukan double klik atau klik kanan untuk mengubah nilainya antara 400 sampai 100. Semakin lambat nilainya maka semakin cepat previewnya.

4. Klik ok dan tutup tampilan regedit.

Sekarang dengan menggeser Tab pada Superbar, Anda akan mendapatkan efek perpindahan yang cepat. Selamat menikmati.

Sunday, April 5, 2009

Jangan Paksakan Tender WiMax!


Bandung - Jika industri nasional tidak mampu siapkan customer premises equipment (CPE) minimal 1 juta unit, tender Wimax lebih baik ditunda. Pasalnya kebutuhan masyarakat akan internet sangat besar, karenanya Depkominfo tidak perlu memaksakan pelaksanaan tender WiMax.

Demikian dikatakan oleh Chief Lembaga Riset Telematika Sharing Vision Dimitri Mahayana kepada
detikINET saat ditemui di Hotel Savoy Homman, Minggu (5/4/2009).
Menurutnya, dibutuhkan minimal 1 juta CPE dan sekitar 10-20 ribu perangkat jaringan (Base Subscriber/BS).

"Regulasi tidak masalah. Namun kala perangkat CPE tidak siap benar, ini bisa menjadi
bad issue. Minimal diperlukan 1 juta CPE dan sekitar 10-20 ribu BS," paparnya.

Menurutnya, lima produsen WiMax dalam negeri yang ada saat ini, lebih konsentrasi mengembangkan BS ketimbang membuat CPE. Padahal, survey yang dilakukan Sharing Vision pada Januari 2009 menunjukkan pula 91 persen dari 100 responden ingin CPE WiMax gratis dari operator.

"Produsen yang sudah mengembangkan CPE pun menawarkan harga ritel di atas US$ 300 per unit. Terlalu mahal. Padahal kebutuhan akan layanan broadband nirkabel
lagi tinggi-tingginya," kata Dosen Teknik Elektro ITB ini.

Sharing Vision, imbuhnya, mencatat pengguna eksisting internet kecepatan tinggi nirkabel di Indonesia berkisar 6 juta orang. Dengan melihat situasi itu, lanjut
Dimitri, maka diperlukan CPE dalam jumlah banyak dari produsen dalam negeri.

"Hal ini agar misi pemberdayaan industri nasional yang diinginkan pemerintah selama ini akan tercapai. Kalau tender dipaksakan segera, saya khawatir timbul banyak masalah di kemudian hari. Misalnya operator pemenang bisa dituntut karena tidak mematuhi kewajiban konten lokal yang digariskan dalam Permen dan dokumentender WiMax," terangnya.

Pelaksanaan tender secara terburu-buru juga akan menciptakan preseden buruk bagi industri lokal. Dikhawatirkan industri lokal tidak banyak terlibat dalam layanan
telekomunikasi mutakhir. Hal ini bisa menyurutkan rasa percaya diri industri lokal. Padahal maksud awalnya, pemerintah ingin melindungi dan mengangkat industri lokal.

"Karena itu, sekalipun dokumen tender harus diumumkan pada 19 April ini atau tiga bulan setelah keluar Permen Wimax, kami meminta Depkominfo terlebih dulu
menginformasikan dengan jujur kesiapan produksi CPE industri lokal ini. Jangan sampai belum siap, tapi sudah dipaksakan," pungkasnya.

( afz / faw )