Monday, November 9, 2015

Sumber Energi Listrik dari Tumpukan Sampah

Banda Aceh, (Analisa). Sebanyak 60 rumah penduduk di Gam­pong Jawa, Kecamatan Kutaraja, Banda Aceh, hampir bisa menikmati gas metana dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di kawasan itu karena instalasi penangkapan gas di gu­nungan sampah itu sudah masuk tahap penyelesaian.
Hasil pantauan di TPA Gampong Jawa, Kamis (5/11), sebanyak 18 batang pipa pe­nangkap gas metan yang ditegakkan de­ngan kedalaman sekitar enam meter dari atas gunungan sampah itu sudah rampung ter­pasang. Di dalam tumpukan sampah besar tersebut juga dipasang sekitar 150 batang pipa secara horizontal, yang disambungkan dengan pipa penangkapan gas.
“Ini sudah memasuki tahap akhir. Pemasangan instalasi penangkap gas yang di atas TPA sudah selesai. Kita akan ujicoba ke penampungannya di Intermediate Treatment Facility (ITF), kata Kepala Pengelola Unit Instalasi ITF Dinas Ke­bersihan dan Kein­dahan Kota (DK3) Banda Aceh, Yusnan ST, kepada warta­wan saat berada di TPA.
Setelah pengujian di tempat pe­nampungan gas di ITF, barulah disalurkan ke 60 rumah penduduk di Gampong Jawa. Namun, di perkampungan itu akan dibuat sebuah tandon (tempat penampungan gas metan) lebih dulu sebelum disalurkan ke rumah warga.
Dikatakan, kalau ITF di TPA selesai dikerjakan dalam dua hari ke depan, pihaknya langsung menyuplai gas metan itu ke rumah warga. “Mudah-mudahan pada November selesai dikerjakan dan pada Desember warga sudah bisa menggunakan gas tersebut,” ungkapnya. Pemanfaatan tumpukan sampah yang bisa menghasilkan biogas tersebut dilakukan DK3 Banda Aceh setelah keberhasilan pengolahan lumpur tinja (PLT) di TPA Gampong Jawa itu.
“Karena keberhasilan PLT, kita berse­ma­ngat untuk membuat biogas yang dihasilkan TPA melalui sampah yang sudah menggu­nung di tempat pem­buang­an,” ujarnya sem­bari menambah­kan, pihaknya melakukan tahap awal dengan memulai survei pada April lalu, kemudian membangun penangkapan, yakni mema­sang pipa mulai Juni dan selesai Oktober 2015.
Dari tumpukan sampah seluas sekitar lima hektare dengan ketinggian 20 meter lebih itu, selain menghasilkan gas sekitar 4.000 m3/hari, sampah ini juga bisa menghasilkan energi listrik sebesar 40 ribu watt, dan itu bisa digunakan untuk menghidupkan genset.
Sementara pemberian gas secara cu­ma-cuma kepada 60 rumah penduduk di Lorong V Gampong Jawa tersebut juga sebagai kompensasi bagi warga di sekitar TPA yang selama ini mencium bau sampah. Masyarakat bisa menggu­nakan gas itu untuk memasak dan penerangan. (rfl)


Pertamina Kembangkan Energi Listrik Pohon Kedondong - EP RANTAU, KUALA SIMPANG

Kualasimpang, (Analisa). PT Pertamina EP Asset 1 Rantau Fiel melalui Pusat Pemberdayaan Masyarakat Pertamina (PPMP) mulai mengembangkan penemuan energi listrik dari pohon  kedondong hutan.
Sebab, energi listrik pohon kayu ini sejalan dengan bisnis PT Pertamina sebagai perusahaan nasional di bidang energi. Apalagi energi baru dan terbarukan juga merupakan salah satu konsen Pertamina (Persero) sehingga PT Pertamina EP Rantau berperan aktif mendukung program pemerintah dalam hal efisiensi sumber daya energi dan energi baru terbarukan. 
Hal tersebut dikatakan Rantau Field Manager, Agus Amperianto kepada sejumlah wartawan di Sekretariat PPMP, Kompleks Pertamina Rantau, Selasa (3/11).
Menurutnya, pengembangan listrik pohon kayu ini nantinya bisa diintegrasikan dengan penghijauan dan peningkatan ekonomi bagi masyarakat. Sebab, pohon kayu yang dimanfaatkan untuk energi listrik ini adalah pohon kayu kedondong hutan, yang sejauh ini ditanam sebagai pagar di  lingkungan pekarangan rumah dan kebun. Di mana, dahan dan daunnya dapat bernilai ekonomis. 
“Yang kita tahu, selain untuk pagar, daun kedondong hutan ternyata dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak dan juga berkhasiat untuk ramuan herbal bagi kesehatan,” terangnya.
Sebagai bentuk keseriusan Pertamina EP Rantau dalam pengembangan energi listrik dari pohon kedondong ini, pusat pemberdayaan masyarakat Pertamina Field Rantau juga telah menanam seratusan batang pohon kedondong hutan. 
Pohon ini merupakan pohon favorit masyarakat Aceh, khususnya banyak didapati di pedesaan. Di samping batangnya lurus, kedondong hutan ini gampang tumbuh cukup ditancapkan ke tanah.
Untuk bisa menghasilkan energi listrik dari pohon tersebut, ujar Agus, minimal pohon kedondong hutan sudah berakar kokoh sedalam 20 centimeter. Tentunya lebih besar batang pohon yang dimanfaatkan, akan mampu menghasilkan voltase listrik yang lebih banyak lagi.
“Ke depannya, demi untuk memperoleh listrik dengan biaya murah dan ramah lingkungan, masyarakat dengan sendirinya akan ikut menanam pohon. Selain untuk penghijauan lingkungan yang asri sekaligus energi listrik dari pohon kedondong dapat menerangi rumah tempat tinggalnya,” ujar Agus Amperianto.

Temuan Siswa MTsN
Sementara, Dedi Zikrian, salah satu staf CSR PT Pertamina EP Rantau menambahkan, riset penemuan energi listrik pohon kayu ini mulanya dilakukan oleh Naufal Rizki, siswa Kelas II MTsN, Kecamatan Langsa Lama, yang dimotivasi orang tuanya Supriaman, sebagai inspiratornya. 
Selanjutnya, PPMP melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) PT Pertamina EP Rantau menggandeng Naufal untuk mengembangkan temuan itu di PPMP. “Dengan harapan, ke depannya teknologi ini dapat diaplikasikan bagi masyarakat miksin yang tidak mampu memasang listrik serta masyarakat di desa pedalaman yang hidup tanpa penerangan, bahkan sekolah-sekolah yang belum terjamah listrik,” harapnya.
Dedi memaparkan, hasil riset awal, dalam satu batang pohon kedondong diperoleh tegangan listrik sebesar 0,7 volt dan dari potensi voltase tersebut dibutuhkan beberapa batang pohon yang dapat diseri dan diparalelkan, sehingga diperoleh voltase dan arus yang memadai untuk dikonversikan dalam bentuk daya listrik sedikitnya 12 watt.
“Dari proses itu, kita dapat menghidupkan sedikitnya 4 pcs bohlam LED 3 watt untuk satu rumah. Makin besar daya yang diperoleh, maka makin banyak daya listrik yang  bisa dimanfaatkan,” katanya sembari menjelaskan, sejauh ini PPMP merupakan wadah pusat belajar masyarakat dalam melahirkan socioecopreneur, inkubator bisnis dan juga sebagai tempat wisata belajar gratis bagi masyarakat. (dhs)